SYLVA MEDA, PONTIANAK – Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura (Fahutan UNTAN) sukses menggelar kegiatan akademik rutin Ramin Series Ke-51 pada Selasa, 14 Oktober 2025. Forum ilmiah ini mengangkat tema “Dari Akar menuju Resiliensi: Pendekatan Community-Based Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR) dalam Pemulihan Ekosistem Pesisir”. Oleh karena itu, mahasiswa dari berbagai mata kuliah inti menghadiri acara ini di Aula Bungur Kampus Baru Fahutan UNTAN. Ramin Series Ke-51 membahasa mengenai EMR Mangrove menghadirkan narasumber utama Rio Ahmad, Direktur Blue Forest Foundation. Rio Ahmad dikenal fokus pada rehabilitasi ekosistem pesisir.
Pembukaan Resmi Ramin Series Ke-51 dan Ajakan Riset Magang
Dekan Fahutan UNTAN, Dr. Ir. Farah Diba, S.Hut., M.Si., IPU, membuka acara secara resmi. Beliau menyambut hangat kehadiran narasumber dan jajaran Blue Forest Foundation. Sebagai tambahan, Ibu Dekan menekankan bahwa EMR adalah metode yang terus berkembang dan sangat relevan. Beliau mendorong mahasiswa untuk memanfaatkan kesempatan ini. Sebab, kerja sama sudah terjalin antara Fakultas dengan Blue Forest Foundation.
“Ini adalah satu metode yang baru, tetapi terus berkembang karena spesifik untuk EMR. Kalau kalian nanti berminat untuk magang untuk riset, tolong dengarkan dengan baik, karena ini sangat menarik,” ujar Dr. Farah Diba.
Pendekatan EMR Mangrove: Memulihkan dengan Kecerdasan Alam
Narasumber, Rio Ahmad, memperkenalkan pendekatan Ecological Mangrove Rehabilitation (EMR). Beliau menjelaskan bahwa EMR adalah metode yang berpegangan pada keyakinan bahwa ekosistem punya kecerdasan alami. Kunci keberhasilan pemulihan, menurutnya, adalah perbaikan hidrologi (aliran pasang surut), bukan hanya penanaman bibit.
Rio Ahmad memaparkan data mengejutkan: 60% kerusakan hutan mangrove Indonesia disebabkan oleh konversi tambak yang seringkali berujung terlantar. Selain itu, beliau juga menyoroti nilai jasa lingkungan mangrove. Sebagai contoh, mangrove mampu menyimpan karbon hingga 10 kali lebih banyak dibandingkan hutan daratan.

Rio Ahmad (Blue Forest Foundation) saat menjelaskan pendekatan Community-Based EMR di Ramin Series. (Dok. SYLVA MEDIA)
Antusiasme Mahasiswa dan Pertanyaan Kritis
Sesi diskusi berlangsung sangat aktif dan kritis. Misalnya, mahasiswa seperti Felicia Nabila Putri dan Mi Pradika mengajukan pertanyaan fundamental. Pertanyaan tersebut berkisar mulai dari kontribusi komposisi spesies hingga laju pemulihan ekosistem.
Yang menjadi sorotan utama adalah pertanyaan dari Mardiana. Mardiana, seorang mahasiswi yang berasal dari Desa Sepuk Laut, Kubu Raya, secara lugas menyoroti isu sosiologis di tingkat tapak.

Mahasiswa Fahutan UNTAN antusias mengikuti Ramin Series 51 dan mengajukan pertanyaan fundamental mengenai isu resiliensi mangrove. (Dok. SYLVA MEDIA)
Menanggapi pertanyaan tersebut, Rio Ahmad menjelaskan bahwa penolakan umumnya didasari oleh faktor ekonomi produksi tambak. Di samping itu, petambak khawatir akan kepemilikan lahan terancam diklaim oleh negara jika mangrove tumbuh di wilayah mereka.
Di akhir sesi, Dr. Slamat Rifanjani, S.Hut., MP., IPM. (Ketua Jurusan dan Moderator), menegaskan kembali prinsip EMR: Blue Forest tidak menanam, melainkan memperbaiki kondisi ekosistem agar regenerasi mangrove dapat terjadi secara alami dan berkelanjutan.